Berdasarkan
ilustrasi penerapan akad murabahah di BPS tersebut di
atas, maka terdapat perbedaan antara praktek akad murabahah di lapangan dengan akad
murabahah yang ada di teori fiqih muamalah, yaitu pada :
1.
Bank Bukan
Sebagai Penjual Murni ;
Posisi BPS bukanlah sebagai penjual murni yang memang memiliki persediaan
barang (rumah) sebelum melakukan murabahah dengan nasabah. BPS hanya akan
melakukan pembelian rumah sebagai syarat untuk melakukan murabahah kepada
nasabah bilamana sudah dapat dipastikan ada nasabah yang akan membeli kembali
(secara murabahah) rumah tersebut. Pada konteks inilah terlihat bahwa BPS
memang merupakan intermediary institution, bukan sebagai penjual
murni.
Secara teoritik dalam akad murabahah, baik pada saat transaksi maupun tidak,
penjual memang sudah memiliki persediaan barang untuk dimurabahahkan.
2.
Penggunaan
Akad Wakalah ;
Selain melakukan akad murabahah, BPS ternyata juga melakukan akad wakalah untuk
mendelegasikan tugas pembelian rumah kepada nasabah sebelum dilakukan akad
murabahah. Artinya, terdapat indikasi bahwa nasabah tidak akan mendapatkan
barang dari bank melainkan hanya sejumlah uang pembiayaan.
Fakta
yang unik terjadi di lapangan adalah walaupun BPS menggunakan akad wakalah
namun pada prakteknya nasabah tetap tidak menerima uang, dana pembiayaan
yang telah dimasukkan ke rekening nasabah langsung ditransfer ke rekening
developer yang ada di BPS maupun bank lain. Penggunaan akad wakalah
dimaksudkan hanya sebatas untuk membutikan secara hukum positif bahwa nasabah
telah menerima pembiayaan dari bank serta nasabah telah mengetahui telah
terjadi transaksi jual-beli antara bank dengan developer/penjual/suplier.
Jika terjadi wanprestasi di kemudian hari akan tertutup peluang nasabah akan
mengingkari bahwa ia telah menerima sejumlah pembiayaan dari bank.
Hanya sebagian kecil nasabah yang akan menerima langsung dana pembiayaan dan
itu pun dibatasi dengan syarat-syarat tertentu, misalnya karakter nasabah yang
baik dan jujur.
Secara teoritik dalam akad murabahah, tidak dikenal penggunaan akad wakalah
pada saat transaksi murabahah antara penjual dan pembeli dilaksanakan.
3.
Pembuatan
Surat Accept (Pengakuan Hutang dan atau Sanggup Bayar)
Menurut petugas BPS, bahwa Surat Pengakuan (Accept) merupakan salah satu
diantara beberapa langkah antisipasi bank kepada nasabah dalam hal pembuktian
secara hukum positif bahwa nasabah telah menerima pembiayaan dalam bentuk uang tunai
maupun barang. Jika terjadi wanprestasi di kemudian hari akan tertutup peluang
nasabah akan mengingkari bahwa ia telah menerima sejumlah pembiayaan dari bank.
Secara teoritik dalam akad murabahah tidak dikenal adanya ketentuan bahwa
pembeli wajib untuk mengakui hutang-nya yang dibuat secara tertulis dalam
lembar dokumen yang berbeda, yaitu Surat Pengakuan (Accept). Bilamana
pembeli telah menyepakati akad murabahah secara tangguh dengan penjual, maka
pembeli secara otomatis sudah mempunyai kewajiban hutang kepada penjual.
4.
Pembayaran Uang Muka / Down
Payment (DP)
Seluruh pembiayaan yang disalurkan oleh BPS dengan menggunakan beraneka ragam
akad wajib tunduk pada satu ketetapan dalam SOP pembiayaan BPS yang menyatakan
bahwa setiap nasabah pembiayaan wajib melakukan pembayaran uang muka (dalam
rangka self financing) yang besarannya variatif maksimal 20%. Dalam
konteks KPR iB, sebelum dilakukan akad pembiayaan, nasabah wajib melakukan
pembayaran uang muka langsung kepada developer.
Secara teoritik dalam akad murabahah tidak ada kewajiban pembeli untuk untuk
membayar uang muka, jika murabahah dilakukan secara tangguh. Namun, jika
penjual dan pembeli telah menyepakati adanya uang muka untuk transaksi
murabahah maka secara syariah dibolehkan.
5.
Potongan Murabahah Untuk Early
Re-Payment
Fakta dilapangan menunjukkan bahwa sebagian besar nasabah bank syariah masih
memiliki pola fikir layaknya nasabah bank konvensional. Menurut mereka (nasabah
bank syariah), bahwa kewajibannya dalam pembiayaan murabahah dapat dibedakan
antara pokok dan marjin. Nasabah bank syariah, termasuk nasabah BPS, yang akan
melakukan percepatan pelunasan pembiayaan murabahah (early re-payment)
selalu meminta bank syariah untuk mengurangi kewajiban hutang marjin murabahah
mereka kepada bank.
Mengingat, hal ini masih merupakan kebiasan / urf yang terjadi
di industri perbankan (termasuk syariah), maka bank mengakomodir permohonan
nasabah tersebut tentunya dengan jumlah yang proporsional.
Dalam akad murabahah, bahwa harga jual barang adalah penambahan dari harga
pokok pembelian barang dan keuntungan yang akan diambil penjual. Setelah akad
murabahah disepakati penjual dan pembeli, harga pokok dan keuntungan telah
menjadi satu kesatuan yang disebut sebagai harga jual barang murabahah. Tidak
ada lagi pemisahan antara pokok pembelian barang dan keuntungan murabahah.
Dalam akad jual-beli tangguh (murabahah), penjual boleh memberikan potongan
kewajiban. Potongan tersebut akan digolongkan sebagai sedekah penjual kepada
pembeli. Namun, penjual dilarang untuk melakukan penambahan atas kewajiban
pembeli untuk maksud apapun. Mengingat, setelah akad murabahah (secara tangguh)
disepakati antara penjual yang diikuti dengan penyerahan barang, maka jual-beli
telah sempurna dilakukan sehingga yang muncul kemudian adalah hubungan
hutang-piutang, yaitu hutang pembeli kepada penjual. Sebagaimana diketahui
bahwa setiap tambahan atas hutang itu dilarang, karena (tambahan tersebut)
merupakan riba yang diharamkan.
6.
Penyerahan
Jaminan Dari Nasabah/Pembeli
Seluruh pembiayaan yang disalurkan oleh BPS dengan menggunakan beraneka ragam
akad wajib tunduk pada satu ketetapan dalam SOP pembiayaan BPS yang menyatakan
bahwa setiap pembiayaan yang akan disalurkan wajib disertai dengan jaminan.
Dalam konteks KPR iB, rumah yang menjadi objek pembiayaan itu sendiri yang
dijadikan jaminan atas pembiayaan murabahah rumah. Bank melakukan pengikatan
secara Hak Tanggungan atas rumah tersebut.
Secara teoritik dalam akad murabahah tidak ada kewajiban pembeli untuk untuk
menyediakan jaminan dalam rangka pelaksanaan akad murabahah, jika murabahah
dilakukan secara tangguh. Namun, jika pembeli telah menyepakati adanya jaminan
tersebut, baik jaminan tambahan dan atau objek murabahah yang dijadikan sebagai
jaminan, maka secara syariah dibolehkan.
C. ANALISA PERJANJIAN MURABAHAH
Akad perjianjian yang digunakan adalah transaksi yang sebenarnya terjadi di
BPS. Namun, dalam rangka menjaga prinsip kerahasiaan bank, maka seluruh
identitas kedua belah pihak disamarkan.
1.
Profil
Perjanjian Murabahah
Nama yang digunakan oleh BPS dalam menerapkan akad murabahah di transaksi
pembiayaan adalah Perjanjian Pembiayaan Murabahah. Perjanjian ini terdiri dari
18 (delapan belas) pasal yang terdiri dari ;
a) Pasal
1 Jumlah Pembiayaan
b) Pasal
2 Tujuan Pembiayaan
c) Pasal
3 Jk. Waktu Pembiayaan
d) Pasal
4 Penarikan Pembiayaan
e) Pasal
5 Keuntungan Bank
f) Pasal
6 Biaya-biaya
g) Pasal 7 Pembayaran Kembali
Pembiayaan
h) Pasal
8 Jaminan
i) Pasal
9 Kuasa Bank Atas Rekening Penerima Pembiayaan
j) Pasal 10 Kewajiban Penerima
Pembiayaan
|
k) Pasal 11 Pembatasan Tindakan
Penerima Pembiayaan
l) Pasal 12 Pernyataan Penerima
Pembiayaan
m) Pasal 13 Peristiwa
Cidera Janji (Wan Prestasi)
n) Pasal
14 Koresponden
o) Pasal
15 Penyelesaian Perselisihan
p) Pasal
16 Perubahan Atas Perjanjian
q) Pasal
17 Lampiran-Lampiran
r) Pasal
18 Penutup
|
2.
Pemenuhan
Terhadap Syarat & Rukun Murabahah
Secara umum konstruksi perjanjian murabahah yang dibuat BPS telah memenuhi
syarat & rukun murabahah dengan rincian sebagai berikut :
Syarat Murabahah
|
Keterangan
|
Syarat Penjual
|
xxx, Pemimpin PT. Bank BPS Cabang xxx, beralamat xxx,
untuk selanjutnya disebut BANK.
|
Syarat Pembeli
|
xxx, pekerjaan karyawan di xxx , alamat xxx,
selanjutnya disebut PENERIMA PEMBIAYAAN.
|
Syarat Barang
|
Pasal 2 Tujuan Pembiayaan
|
Syarat Harga
|
Pasal 1 Jumlah Pembiayaan
|
Syarat Keuntungan
|
Pasal 5 Keuntungan Bank
|
Syarat Sighat Akad Murabahah
|
a. Bahwa PENERIMA
PEMBIAYAAN bermaksud mengajukan permohonan kepada BANK
untuk mendapatkan pembiayaan dengan prinsip Murabahah.
b. Bahwa BANK
menyetujui untuk menyediakan pembiayaan dengan prinsip
Murabahah kepada PENERIMA PEMBIAYAAN, untuk selanjutnya disebut
Pembiayaan.
c. Berdasarkan
hal-hal tersebut di atas, KEDUA BELAH PIHAK sepakat mengikatkan diri untuk
mengadakan PERJANJIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH dengan ketentuan dan syarat-syarat
sebagai berikut:
d. Pasal
18 Penutup
|
Rukun Murabahah
|
Keterangan
|
Penjual
|
Bank
|
Pembeli
|
Penerima Pembiayaan
|
Barang
|
Pasal 2 Tujuan Pembiayaan
|
Harga ( termasuk keuntungan)
|
Pasal 1 Jumlah Pembiayaan & Pasal 5 Keuntungan Bank
|
Sighat Akad Murabahah
|
a. Berdasarkan hal-hal tersebut di
atas, KEDUA BELAH PIHAK sepakat mengikatkan diri untuk mengadakan PERJANJIAN
PEMBIAYAAN MURABAHAH dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut:
b. Pasal
18 Penutup
|
3.
Koreksi Atas
Pasal 1 Jumlah Pembiayaan
Pada Pasal 1 tentang Jumlah Pembiayaan ditulis hal
sebagai berikut ;
Pasal 1
JUMLAH
PEMBIAYAAN
BANK sepakat memberi Pembiayaan kepada
PENERIMA PEMBIAYAAN dan PENERIMA PEMBIAYAAN mengaku dan menyetujui telah
memperoleh pembiayaan dari BANK sebesar Rp. 72.500.000,- (Tujuh Puluh Dua
Juta Lima Ratus Ribu rupiah), dengan rincian sebagai berikut:
Harga
Barang
= Rp 50.000.000
Margin keuntungan
= Rp
22.500.000
JUMLAH
PEMBIAYAAN = Rp 72.500.000
|
Jika BPS menyatakan hal tersebut, maka terdapat ketidakjelasan terhadap harga
jual barang dan status uang muka pembiayaan nasabah. Menurut penulis, tidak
adanya informasi tentang harga jual dan uang muka nasabah dalam Perjanjian
dapat merusak akad murabahah yang dibuat
BPS.
Seharusnya, BPS mencantumkan informasi tentang Harga Jual (harga pokok dan
keuntungan) dalam Perjanjian Pembiayaan Murabahah karena itu merupakan salah
satu kesempurnaan pelaksanaan akad murabahah. Harga barang sebesar Rp
50.000.000,- (Lima puluh juta) bukanlah harga jual yang sebenarnya dari barang
murabahah. Melainkan harga yang telah dikurangi uang muka nasabah.
Seharusnya, BPS juga mencantumkan informasi keberadaan uang muka
murabahah yang telah dibayar oleh nasabah. Mengingat, berdasarkan SOP
pembiayaan bahwa setiap nasabah pembiayaan wajib melakukan pembayaran uang muka
(dalam rangka self financing) yang besarannya variatif maksimal
20%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar