BAB I
PENDAHULUAN
Sistem keuangan Islam merupakan bagian dari konsep yang lebih luas tentang
ekonomi Islam. Sistem keuangan Islam bukan sekedar transaksi komersial, tetapi
harus sudah sampai kepada lembaga keuangan untuk dapat mengimbangi tuntunan
zaman. Bentuk sistem keuangan atau lembaga keuangan yang sesuai dengan prinsip
Islam adalah terbebas dari unsur riba. Kontrak keuangan yang dapat dikembangkan
dan dapat menggantikan sistem riba adalah mekanisme syirkah yaitu : musyarakah
dan murabahah (bagi hasil).
Aktivitas lembaga keuangan
syariah dapat dipandang sebagai wahana bagi masyarakat modern untuk membawa
mereka kepada : pertama, prinsip At-Ta’awun, yaitu saling tolong
menolong diantara anggota masyarakat untuk kebaikan. Kedua, prinsip menghindari
Al-iktinaz, yaitu menahan uang (dana) dan membiarkan menganggur (idle)
tidak berputar untuk transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat.[1]
Kerangka kegiatan muamalat secara garis besar dapat dibagi dalam tiga
bagian besar, yaitu : politik, sosial, dan ekonomi. Dari ekonomi dapat diambil
tiga turunan lagi yaitu : konsumsi, simpanan, dan investasi. Berbeda dengan
sistem lainnya Islam mengajarkan pola konsumsi yang cukup moderat, tidak
berlebihan yang tidak juga keterlaluan. Lebih jauh, dengan tegas Al-qur’an
melarang perbuatan tabdzir dan israaf. “Sesungguhnya pemboros
itu saudara setan. Dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.”(QS. Al Israa:27)
Doktrin Al-qur’an ini secara
ekonomi dapat diartikan mendorong terpuruknya surplus konsumsi dalam bentuk
simpanan untuk dihimpun kemudian dipergunakan dalam membiayai investasi baik
untuk perdagangan (trade), produk (manufaktur), dan jasa (service).
Dalam konteks inilah kehadiran lembaga keuangan mutlak adanya (darurah),
karena ia bertindak sebagai intermediate antara unit supply
dengan unit demand.[2]
Pada kesempatan kali ini, kami akan mencoba membahas
tentang pembiayaan dalam perbankan syariah, yaitu Leasing atau disebut juga Ijarah.
Dalam makalah ini juga akan disertai contoh dua perusahaan leasing yang system pembiayaannya menggunakan prinsip syariah. Tentunya
dalam penyusunan makalah ini banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu
kami menerima kritik yang membangun untuk kemajuan pengetahuan Ekonomi Islam. Semoga
bermanfaat bagi para pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Sewa guna usaha (leasing)
pada awalnya di kenal di Amerika Serikat, yaitu berasal dari kata lease yang berarti menyewa. Sedangkan
dalam ekonomi Islam istilah yang berkaitan dengan leasing adalah Ijarah (al ijarah) yang berasal dari kata al
ajru yang berarti al ‘iwadhu (ganti). Untuk memahami lebih lanjut,
berikut ini akan dikemukakan definisi dari penjelasan di atas.
1.
Berdasar
SK Menteri Keuangan No.1169/KMK.01/1991 tanggal 21 November 1991, sewa guna
usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik
secara sewa guna usaha dengan menggunakan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak
opsi (operating lease) untuk
digunakan oleh lessee selama jangka
waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.[3]
2.
Ijarah adalah akad
pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah) atas barang
itu sendiri. Dalam konteks perbankan syariah, ijarah adalah merupakan lease
contract dimana suatu bank atau lembaga keuangan menyewakan peralatan (equipment)
kepada salah satu nasabahnya berdasar pembebanan biaya yang sudah ditentukan
secara pasti sebelumnya (fixed charge). Mekanisme yang dilakukan di
sector Perbankan Syariah adalah sebagai berikut:
a.
Transaksi
Ijarah ditandai dengan adanya
pemindahan manfaat. Jadi dasarnya prinsip Ijarah
sama saja dengan jual beli. Namun, perbedaan terletak pada obyek transaksinya,
pada Ijarah obyeknya adalah jasa
b.
Pada
akhir sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah.
Karena itu dalam perbankan syariah dikenal
ijarah Muntahiya Bittamlik (Ijarah
dengan wa’ad perpindahan kepemilikan objek ijarah pada saat tertentu).
c.
Harga
sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian antara bank dengan nasabah.[4]
3.
Leasing Ijarah adalah pengadaan barang modal
oleh lessor diikuti perpindahan
kepemilikan kepada lessee dengan cara
pembelian saham kepemilikan secara angsuran.[5]
Dalam setiap
transaksi leasing terdapat 3 (tiga)
pihak utama yaitu:[6]
a. Lessor, merupakan perusahaan sewa guna usaha yang dalam hal ini sebagai
pihak yang memiliki hak kepemilikan barang modal.
b. Lessee, merupakan perusahaan pemakai/penyewa barang modal yang dalam hal
ini dapat memiliki opsi/pilihan pada akhir kontrak.
c. Supplier, merupakan pihak penjual barnag modal yang disewakan.
d. Asuransi, merupakan perusahaan yang akan menaggung resiko terhadap perjanjian
antara lessor dengan lessee. Dalam hal ini lessee dikenakan biaya asuransi dan apabila terjadi sesuatu, maka perusahaan akan
menanggung resiko sebesar sesuai dengan perjanjian terhadap barang yang dileasingkan
B.
Sejarah[7]
Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia cukup pesat. Hal itu
ditandai dengan meningkatnya jumlah bank syariah dan lembaga keuangan non bank.
Ada beberapa yang memang asli syariah, akan tetapi ada yang berupa unit usaha syariah.
Dalam kehidupan perekonomian, kita tidak hanya mengenal perbankan syariah yang
memang menjadi perhatian banyak orang. Ekonomi Islam bukan hanya sekedar
membahas tentang perbankan Islam, tetapi semua hal yang berkaitan dengan
kehidupan ekonomi manusia.
Dengan perkembangan perbankan Islam, juga berkembang praktek
ekonomi Islam yang lain, seperti leasing,
asuransi, pasar modal, dana pensiun, pegadaian, lembaga zakat, koperasi dan
lain sebagainya. Kemajuan ini menjadi sinyal positif untuk menunjang segala
kebutuhan masyarakat yang diselenggarakan secara Islami, mengingat sebelumnya
belum tersedia pelayanan dan proses pemenuhan kebutuhan masyarakat yang sesuai
dengan syariat Islam.
Perekonomian yang Islami, perlu adanya instrumen yang menunjang,
baik yang disediakan oleh pemerintah maupun swasta. Perkembangan praktek
ekonomi Islam di masyarakat cukup pesat sehingga perlu mendapatkan sebuah
payung hukum dan aturan yang berfungsi untuk melindungi proses ekonomi yang
dilakukan oleh masyarakat. Termasuk dalam hal ini lembaga pembiayaan non bank
perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.
Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik
dana langsung dari masyarakat. Bidang usaha lembaga pembiayaan mencakup
beberapa alternatif kegiatan pembiayaan seperti sewa guna usaha (leasing),
anjak piutang (factoring), kartu kredit (credit
card), dan pembiayaan konsumen (consumer finance).
Memasuki dekade tahun 2000 industri jasa pembiayaan di Indonesia
mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga menuntut industri jasa
pembiayaan dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat terhadap
pelayanan jasa keuangan yang sangat kompleks. Perkembangan industri jasa
pembiayaan ini secara keseluruhan telah mampu menjadikannya sebagai suatu
industri yang cukup menonjol dalam dunia bisnis khususnya sektor keuangan yang
diperlukan dalam menunjang pembangunan ekonomi secara nasional.
Peranan yang menonjol dari industri jasa pembiayaan adalah
menyediakan dana bagi masyarakat yang memerlukan sumber dana pembiayaan baik
untuk keperluan investasi, modal kerja, atau semata-mata untuk barang yang akan
dipakai sendiri (konsumsi). Dana yang disalurkan oleh industri jasa pembiayaan
kepada masyarakat diharapkan akan dapat bermanfaat untuk mendorong perkembangan
perekonomian nasional.
Dengan perkembangan kegiatan industri jasa pembiayaan yang
sedemikian pesat, Pemerintah dalam hal ini Departemen Keuangan dituntut untuk
mengoptimalkan perannya sebagai regulator dan supervisor kegiatan jasa
pembiayaan melalui upaya kebijakan yang mendorong kearah perkembangan industri
jasa pembiayaan secara berkesinambungan.
Salah satu upaya Departemen Keuangan dalam rangka optimalisasi
peran dilakukan melalui peningkatan fungsi pembinaan dan pengawasan secara
berkelanjutan dengan tujuan untuk memastikan bahwa pengelolaan kegiatan
industri jasa pembiayaan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, termasuk di dalamnya perusahaan pembiayaan yang berbasis syariah
Dalam konteks perusahaan pembiayaan syariah, sangat jarang tulisan
dan makalah yang ditulis oleh para ahli ekonomi Islam saat ini, terlebih memang
konsep dan pelaksanaan pembiayaan syariah oleh perusahaan pembiayaan syariah
belum banyak dan belum lama beroperasi di Indonesia. Oleh karena itu dalam
tulisan ini mencoba untuk mengkaji lebih dalam mengenai perusahaan pembiayaan
yang berbasis syariah khususnya FIF Syariah yang sekarang sudah mulai eksis di
masyarakat.
Pada hari Senin, 10 Desember 2007, Bapepam dan LK melalui Peraturan
Ketua Bapepam dan LK Nomor Per-03/BL/2007 dan Nomor Per-04/BL/2007 telah
menerbitkan satu paket regulasi yang terkait dengan Perusahaan Pembiayaan yang
melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah, yaitu Peraturan tentang
Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah dan Peraturan
tentang Akad-Akad Yang Digunakan Dalam Kegiatan Perusahaan Pembiayaan
Berdasarkan Prinsip Syariah.
Penerbitan paket regulasi tersebut adalah untuk memberikan landasan
hukum yang memadai berkaitan dengan kegiatan Perusahaan Pembiayaan yang
melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah serta guna memenuhi kebutuhan
masyarakat pada industri pembiayaan yang memerlukan keragaman sumber pembiayaan
dan pendanaan berdasarkan pada syariat Islam.
Pembahasan kedua peraturan dimaksud telah melibatkan Asosiasi
Perusahaan Pembiayaan dan Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI). Terhadap kedua peraturan tersebut, DSN-MUI, melalui surat Nomor
B-323/DSN-MUI/XI/2007 tanggal 29 Nopember 2007 telah menyatakan bahwa secara
umum kedua peraturan dimaksud tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan
fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN-MUI.
Adapun lingkup pengaturan dari peraturan tentang kegiatan
perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah antara lain meliputi: (1)
pengaturan yang terkait dengan sumber pendanaan yang antara lain dapat
dilakukan melalui pendanaan Mudharabah Mutlaqah, pendanaan Mudharabah
Muqayyadah, pendanaan Mudharabah Musytarakah dan
pendanaan Musyarakah; (2)
pengaturan yang terkait dengan kegiatan pembiayaan bagi perusahaan pembiayaan
yang dapat dilakukan melalui pembiayaan dengan menggunakan akad-akad Ijarah, Ijarah
Muntahiah Bit Tamlik, Wakalah Bil Ujrah, Murabahah, Salam dan Istishna’;
(3) kewajiban perusahan pembiayaan untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah; dan
(4) kewajiban pelaporan.
Sedangkan peraturan tentang akad-akad yang digunakan dalam kegiatan
perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah, bertujuan untuk memberikan
pedoman tentang hak dan kewajiban para pihak, obyek atas transaksi,
persyaratan-persyaratan pada setiap jenis akad serta dokumentasi yang digunakan
oleh perusahaan pembiayaan dalam melakukan kegiatan usaha pembiayaan dengan
menggunakan akad-akad sebagaimana telah diatur dalam peraturan dimaksud.
C.
Landasan Hukum[8]
1.
Landasan
Fiqh dan Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Transaksi Ijarah
a.
Landasan
Al Qur’an dan Al Hadits
1)
Al
Qur’an
* ßNºt$Î!ºuqø9$#ur z`÷èÅÊöã £`èdy»s9÷rr& Èû÷,s!öqym Èû÷ün=ÏB%x. ( ô`yJÏ9 y#ur& br& ¨LÉêã sptã$|ʧ9$# 4 n?tãur Ïqä9öqpRùQ$# ¼ã&s! £`ßgè%øÍ £`åkèEuqó¡Ï.ur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ 4 w ß#¯=s3è? ë§øÿtR wÎ) $ygyèóãr 4 w §!$Òè? 8ot$Î!ºur $ydÏ$s!uqÎ/ wur ×qä9öqtB ¼çm©9 ¾ÍnÏ$s!uqÎ/ 4 n?tãur Ï^Í#uqø9$# ã@÷VÏB y7Ï9ºs 3 ÷bÎ*sù #y#ur& »w$|ÁÏù `tã <Ú#ts? $uKåk÷]ÏiB 9ãr$t±s?ur xsù yy$oYã_ $yJÍkön=tã 3 ÷bÎ)ur öN?ur& br& (#þqãèÅÊ÷tIó¡n@ ö/ä.y»s9÷rr& xsù yy$uZã_ ö/ä3øn=tæ #sÎ) NçFôJ¯=y !$¨B Läêøs?#uä Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 3 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# $oÿÏ3 tbqè=uK÷ès? ×ÅÁt/ ÇËÌÌÈ
233. Para ibu hendaklah
menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada
Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan
seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila
keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu
disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
óOèdr&t/ $VÒ÷èt/ $wÌ÷ß 3 àMuH÷quur y7În/u ×öyz $£JÏiB tbqãèyJøgs ÇÌËÈ
32. Apakah mereka yang
membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan
mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas
sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan
sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan.
2)
Al
Hadits
§ Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Berbekam
kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu”(HR. Bukhari
dan Muslim)
§ Dari Umar bahwa Rasulullah bersabda, “Berikanlah upah pekerja
sebelum kering keringatnya (HR. Ibu Majah).
b.
Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Transaksi Ijarah
1)
Fatwa DSN No:09/DSN-MUI/IV/2000 tentang IJARAH
Beberapa ketentuan yang diatur dalam fatwa
ini, antara lain sebagai berikut:
Pertama : Rukun dan Syarat Ijarah
1.
Pernyataan
Ijab dan Qabul
2.
Pihak-pihak
yang berakad (berkontrak); terdiri atas pemberi sewa (lessor, pemilik asset, Lembaga Keuangan Syariah) dan penyewa (lessee, pihak yang mengambil manfaat
dari pengguna asset nasabah).
3.
Obyek
kontrak; pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan asset.
4.
MAnfaat
dari penggunaan asset dalam Ijarah
adalah obyek kontrak yang harus dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi
sebagai ganti dari sewa dan bukan asset itu sendiri.
5.
Sighat
ijarah adalah berupa pernyataan dari
kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain
yang equivalent, dengan cara penawaran dari pemilik ast (LKS) dan penerima yang
dinyatakan oleh penyewa (nasabah).
Kedua: Ketentuan Obyek Ijarah
1.
Obyek
Ijarah adalah manfaat dari penggunaa
barang atau jasa.
2.
Manfaat
barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
3.
Pemenuhan
manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
4.
Kesanggupan
memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.
5.
Manfaat
harus dikenali secara spesiifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah
(ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
6.
Spesifikasi
manfaat harus dinyatakan dengan jelas termasuk jangka waktunya. Bisa juga
dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7.
Sewa
adalah seseuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai
pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat
dan jarak.
Ketiga:
Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah
1.
Kewajiban
LKS sebagai pemberi sewa
a.
Menyediakan
asset yang disewakan
b.
Menanggung
biaya pemeliharaan asset
c.
Menjamin
bila terjadi cacat pada asset yang disewakan
2.
Kewajiban
nasabah sebagai penyewa
a.
Membayar
sewa dan bertanggung jawab ubtuk menjaga keutuhan asset yang disewa serta
menggunakannya sesuai kontrak.
b.
Menanggung
biaya pemeliharaan asset yang sifatnya ringan (tidak materiil)
c.
Jika
asset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang
dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, ia
tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
2)
Fatwa DSN No: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang AL-IJARAH AL-MUNTAHIYAH BI AL-TAMLIK
Beberapa
ketentuan yang diatur dalam fatwa ini, antara lain sebagai berikut:
Pertama: Akad Al ijarah Al Muntahiyah bittamlik boleh dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
1.
Semua
rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah
(Fatwa DSN nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik.
2.
Perjanjian
untuk melakukan akad al-Ijarah
al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus disepakati ketika akad Ijarah ditandatangani.
3.
Hak
dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad.
Kedua: Ketentuan tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik
1.
Pihak
yang melakukan al-Ijarah
al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan
jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
2.
Janji
pemindahan ke[emilikan yang disepakati di awal akad Ijarah adala wa’d, yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu
ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan
setelah masa Ijarah selesai.
Ketiga:
1.
Jika
salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan
di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan
Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2.
Fatwa
ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dab disempurnakan sebagaimana
mestinya.
3.
Standar
Akuntansi Keuangan Transaksi Ijarah.
D.
Karakteristik Ijarah[9]
Standar
Akuntansi Keuangan yang pertama kali mengatur tentang akuntansi ijarah adalah PSAK 59 paragraf 105
sampai dengan 129 tentang pengakuan dan pengukuran ijarah. Beberapa hal yang diatur pada paragraf-paragraf tersebut
antara lain:
a.
Karateristik
ijarah sebagai transaksi dengan akad
sewa menyewa barang dengan menyatan harga sewa sebagai bentuk kompensasi jasa
yang diberikan oleh pihak yang menyewa kepada pihak menyewakan sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak. Pada akhir masa sewa bisa saja pemilik barang
memberikan opsi untuk membeli obyek sewa tersebut kepada penyewa.
b.
PSAK
ini juga mengatur tentang posisi bank sebagai pemilik obyek sewa dan bank
sebagai penyewa, proses penjualan dan penyewaan kembali, proses sewa dan
penyewaan kembali, dan penyisihan kerugian aktiva produktif.
Karakteristik transaksi ijarah
akan diuraikan sebagai berikut: (PSAK 59, paragraph 105-107):
1.
Ijarah adalah akad
sewa menyewa antara pemilik ma’jur (obyek sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk
mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya. Ijarah Muntahiyah bittamlik
adalah akad sewa menyewa antara pemilik obyek sewa dan penyewa untuk
mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan
hak milik obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa.
2.
Perpindahan
hak milik obyek sewa kepada penyewa dalam ijarah
muntahiyah bit tamlik dapat dilakukan dengan:
a.
Hibah;
b.
Penjualan
sebelum akad berakhir sebesar harga yang sebanding dengan sisa cicilan sewa;
c.
Penjualan
pada akhir masa sewa dengan pembayaran tertentu yang disepakati pada awal akad;
d.
Penjualan
secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dalam akad.
3.
Pemilik
obyek sewa dapat meminta penyewa menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari risiko kerugian. Jumlah, ukuran, dan jenis
obyek sewa harus jelas diketahui dan tercantum dalam akad.
E.
Jenis Leasing[10]
1.
Sale
and Lease back
Pada sale and lease back, perusahaan
yang memiliki aktiva menjual aktivan tersebut kepada perusahaan lain dan
kemudian diikuti perjanjian untuk menyewa kembali aktiva tersebut selama
periode tertentu. Aktiva yang digunakan biasanya yaitu: tanah, banguna, dan
peralatan pabrik, sedangkan perusahaan yang biasanya bertindak sebagai pembeli
adalah bank, perusahaan leasing, pegadaian, atau investor individu. Manfaat
dari sale and lease back ini adalah bahwa lessee menerima pembayaran sebagai
tambahan dana yang dapat diinvestasikan ke investasi lain, dan bersamaan dengan
itu lessee masih dapat menggunakan aktiva yang dijualnya selama jangka waktu
perjanjian leasing. Lesse mempunyai kewajiban membayar secara periodic sebesar
harga jual ditambah dengan tingkat keuntungan kepada lessor.
2.
Operating
Leases
Operating leases atau service leases
memberikan service baik mengenai bidang keuangan maupun mengenai pemeliharaannya.
Jadi pihak lessor menyediakan pendanaan sekaligus biaya perawatan yang
keseluruhannya tercakup dalam pembayaran leasing. Aktiva yang sering digunakan
adalah computer, mobil, truk, dll. Dalam leasing ini biasanya terdapat klausul
yang memberikan hak kepada lesse untuk membatalkan perjanjian leasing dan
mengembalikan peralatan itu kepada lessor sebelum habis waktu berlakunya. Hal
ini merupakan syarat yang penting bagi lessee, karena ini berarti bahwa lesse
dapat mengembalikan peralatan tersebut jika ada perkembangan teknologi baru yan
gmenyebabkan peralatan tersebut menjadi usang.
3.
Financial
Lease
Financial lease atau capital lease
yaitu lessor tidak menanggung biaya perawatan, perjanjian leasing tidak dapat
dibatalkan, dan diangsur secara penuh. Dengan demikian lessor menerima
pembayaran sebesar harga perolehan aktiva ditambah dengan keuntungan. Pada
umumnya juga harus membayar pajak dan asuransi aktiva yang menjadi obyek
leasing tersebut. Lessor pada umumnya pihak perusahaan asuransi atau bank
komersial.
F.
Perusahaan Leasing
Syariah
Berikut
beberapa contoh perusahaan dan penjelasan mengenai perusahaan pembiayaan leasing yang menggunakan prinsip
syariah:
1.
PT. ALIF (Al-Ijarah
Islamic Finance)
PT.
ALIF (AL-Ijarah Islamic Finance)
merupakan anak perusahaan dari Bank Muamalat Indonesia. didirikannya perusahaan
tersebut dikarenakan berkembangnya lembaga keuangan syariah dan sektor riil
yang membutuhkan peran model pembiayaan dengan sistem Ijarah.
Selama
beroperasi di Indonesia, PT Alif didukung modal penuh oleh Bank Muamalat
dan investor dari Timur Tengah. Berbagai proyek leasing pembiayaan berupa sindikasi telah dilakukan oleh PT Alif
sebagai motornya.
AL IJARAH menawarkan
berbagai jenis produk pembiayaan keuangan dari pembiayaan keuangan komersial
sampai dengan pembelian alat-alat berat, mesin sampai dengan pembiayaan
keuangan nasabah seperti mobil dan sepeda motor. Semua produk didasarkan pada
penggunaan prinsip keuangan syariah dengan menggunakan prinsip skema pembiayaan
keuangan Ijarah (Sewa-menyewa), Ijarah Muntahia Bittamlik (Sewa
dan Beli), dan Murabahah (Jual dan
Beli).[11]
a.
Produk
dari ALIF antara lain:[12]
1)
Pembiayaan
Konsumer (Pembiayaan mobil baru/mobil purna pakai/sepeda motor)
2)
Pembiayaan
Korporasi (Pembiayaan komersial/kendarran komersial)
b.
Untuk
Skema Pembiayaan di ALIF antara lain :[13]
1)
Murabahah
2)
Ijarah
3)
Ijarah Muntahiyah bittamlik
c.
Syarat
Mengajukan Membiayaan di ALIF :[14]
d.
Simulasi
Pembiayaan Konsumtif di ALIF[15]
2.
FIF Syariah
PT
Federal International Finance membuka layanan syariah yang dikenal dengan FIF
Syariah dan memiliki cabang di seluruh Indonesia. FIF Syariah didirikan
berdasarkan landasan hukum Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.
448/KMK.017/2000 Pasal 7 ayat 1 yang menyatakan: “Dalam menjalankan kegiatan
usahanya, Perusahaan Pembiayaan dapat melakukan pembiayaan berdasarkan
prinsif Syariah”. Sedangkan akad yang digunakan pada transaksi pembiayaan
FIF Syariah adalah akad murabahah,
sesuai dengan Fatwa Dewan Pengawas Syariah Majelis Ulama Indonesia No. 04/DS
MUI/IV/2000 yang mengatur tentang murabahah.
Dan sesuai dengan ketentuan tentang pengelolaan ekonomi syariah tentang
keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah di Indonesia, maka FIF Syariah juga
memiliki Dewan Pengawas Syariah sebagai kelengkapan operasional.[16]
a.
Profil
FIF Syariah[17]
b.
Produk
FIF Syariah[18]
FIF Syariah hanya menggunakan akad pembiayaan MURABAHAH dalam transaksinya. Berikut keterangan lebih lanjutnya:
c.
Produk
(lanjutan)[19]
e.
Inti
Pembiayaan di FIF Syariah[21]
G.
Manfaat Leasing Syariah
1.
Menghemat
modal kerja
2.
Sangat
luwes (flexible), mencakup struktur sewa, jangka waktu kontrak.
3.
Menjadi
alternative metode pembiayaan dengan prinsip syariah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam konsep pembiayaan syari’ah dalam artian
perusahaan kredit, pada saat ini sudah banyak menerapkan dengan menggunakan
prinsip syari’ah. Salah satu yang menjadi indikator perusahaan menggunakan sistem
syari’ah dikarenakan terbebas dari bunga atau riba dibandingkan dengan
perusahaan konvensional yang masih menggunakan sistem bunga. Prinsip syari’ah
yang diterapkan dapat memberikan kemudahan sebagian besar masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan mereka.
Setelah melihat produk yang ditawarkan
dan penerapannya pada perusahaan leasing
syariah di atas, kita dapat melihat ada sedikit perbedaan antara isi dari
pengertian dan konsep Leasing atau
system Ijarah dalam makalah ini
dengan produk dan penerapannya pada perusahaan leasing syariah terbebut. Dalam konsep leasing dengan dasar ijarah
tidak ada opsi transaksi menggunakan akad murabahah,
sedangkan dalam produk yang ditawarkan perusahaan leasing tersebut ada opsi menggunakan akad murabahah.
Melihat adanya penawaran produk pada
perusahaan leasing syariah dengan
akad murabahah sejauh ini cukup
sesuai. Karena murabahah masih dalam
konsep ekomoni Islam (syari’ah). Dengan adanya perusahaan pembiayaan yang
berbasis syariah bukan bank menjadi salah satu alternatif dari metode
pembiayaan yang lebih fleksibel dalam menyalurkan dana berupa pembiayaan secara
syariah kepada masyarakat di Indonesia. Praktik perusahaan pembiayaan
yang berlandaskan syariah akan lebih menjadi alternatif yang tepat dan
prospektif mengingat sebagian besar umat Islam merupakan mayoritas penduduk di
Indonesia.
Untuk menunjang perkembangan perusahaan
pembiayaan syariah diperlukan perhatian semua pihak, agar perusahaan pembiayaan
berbasis syariah dapat berkembang dan terkendali dengan baik berada dalam real
syariah. Sekali lagi, komitmen dan peran pemerintah menjadi sebuah keniscayaan
yang menjadi pendukung utama terhadap pertumbuhan dan perkembangan perusahaan
pembiayaan syariah di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Ø
Danupranata, Gita. 2006. Ekonomi
Islam, Cet. 1. Yogyakarta:
UPFE-UMY
Ø
Martono. 2002. Bank&Lembaga
Keuangan Lain. Yogyakarta: Ekonosia.
Ø
Muhammad, Rifqi. 2008. Akuntansi
Keuangan Syariah. Yogyakarta: P3EI Press
Ø
Yuliadi, Imamudin. 2007.
Ekonomi Islam Filosofi, Teori dan Implementasi. Yogyakarta: LPPI UMY.
Ø
Sudarsono Heri. 2008. Bank
dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonisia.
Ø
http://alijarahindonesia.com/
Ø
http://alimuhayatsyahbloger.blogspot.com/2011/01/mengenal-lembaga-pembiayaan-syariah.html/
[1] Danupranata,
Gita. Ekonomi Islam, Cet. 1, (Yogyakarta: UPFE-UMY), 2006. Hal.
41-42.
[2]
http://alimuhayatsyahbloger.blogspot.com/2011/01/mengenal-lembaga-pembiayaan-syariah.html
[3] Martono. 2002.
Bank&Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta: Ekonosia. Halaman 113
[4] Muhammad,
Rifqi. 2008. Akuntansi Keuangan Syariah. Yogyakarta: P3EI Press. Hal.357
[5] Yuliadi,
Imamudin. 2007. Ekonomi Islam Filosofi, Teori dan Implementasi.
Yogyakarta: LPPI UMY. Hal.134
[6] Martono. 2002.
Bank&Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta: Ekonosia. Hal.113
[7]
http://muhaiminkhair.wordpress.com/2010/04/29/perusahaan-pembiayaan-syariah-di-indonesia-sebuah-tinjauan-analisis-terhadap-perusahaan-pembiayaan-pt-fif-syariah/
[8] Muhammad,
Rifqi. 2008. Akuntansi Keuangan Syariah. Yogyakarta: P3EI Press.
Hal.358-360.
[9] Muhammad,
Rifqi. 2008. Akuntansi Keuangan Syariah. Yogyakarta: P3EI Press. Hal.359
[10] Martono. 2002.
Bank&Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta: Ekonosia. Halaman 118-119
[11] http://www.muamalatbank.com/index.php/home/news/media_expose/1063
[12] http://alijarahindonesia.com/index.php/produk
[13] http://alijarahindonesia.com/index.php/produk/skema
[14] http://alijarahindonesia.com/index.php/pembiayaan
[15] http://alijarahindonesia.com/index.php/pembiayaan/simulasi
[16] http://muhaiminkhair.wordpress.com/2010/04/29/perusahaan-pembiayaan-syariah-di-indonesia-sebuah-tinjauan-analisis-terhadap-perusahaan-pembiayaan-pt-fif-syariah
[17] http://www.fifkredit.com/fif/produk-layanan/syariah/profile.php
[18] http://www.fifkredit.com/fif/produk-layanan/syariah/pembiayaan-syariah.php
[19] http://www.fifkredit.com/fif/produk-layanan/syariah/produk-pembiayaan.php
[20] http://www.fifkredit.com/fif/produk-layanan/syariah/produk-pembiayaan.php
[21] http://www.fifkredit.com/fif/produk-layanan/syariah/tagline.php
disusun oleh: Jannahar Saddam As-sidqie