PENDAHULUAN
Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi
sangat penting,strategis, dan menentukan[1],
Baik dilihat dari sisi ajaran islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan
umat. Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu rukun islam yang
ketiga dari rukun islam yang kelima, sebagai mana diungkapkan dalam berbagai
hadist Nabi, sehingga keberadaannya dianggap sebagai ma’luum minad-diin
bidh-dharurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak
dari keislaman seseorang.
Zakat adalah salah satu tiang agama dan termasuk ibadah, akan
tetapi fungsi zakat bukan hanya sebagai ibadah atau mu’amalah ma’a Allah saja,
akan tetapi fungsi zakat juga salah satunya adalah sebagai instrumen
pemerataan, akan tetapi zakat sebagai instrumen pemerataan tersebut belum
berfungsi dan pengumpulan zakat tersebut belum optimal di lembaga- lembaga
pengumpul zakat, karena pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap harta
yang wajib dikeluarkan zakatnya masih terbatas pada sumber- sumber konvensional
yang secara jelas dinyatakan dalam Al-Qur’an dan hadist dengan persyaratan
tertentu serta pendistribusian zakat yang kurang efektif sehingga zakat masih
belum bisa mengurangi jumlah kemiskinan di suatu negara khususnya negara
indonesia.
Adapun
permasalahan kemiskinan di Indonesia sangat memprihatinkan, sudah lebih dari 66
tahun Indonesia merdeka dan akan menginjak ke 67, lebih dari 13 tahun
reformasi, tetapi masalah kemiskinan menjadi masalah urgent dalam pembangunan
Indonesia. Padahal, program pengentasan kemiskinan selalu tercantum dalam
program pembangunan dari waktu ke waktu, dengan dana penanggulangan kemiskinan
yang terus meningkat.
Permasalahan kemiskinan dibicarakan tanpa berujung pada aksi nyata, oleh karena itu hal ini menarik banyak kalangan untuk dituntaskan dengan cara yang tepat dan cerdas. Setiap orang seolah bergairah untuk membicarakan tentang betapa miskinnya negeri ini, negeri yang konon elok rupawan, alamnya yang subur menghasilkan tetumbuhan yang menggiurkan, tetapi ternyata semuanya itu tinggal sekedar cerita masa lalu. Kemiskinan tetap saja menjadi bagian yang belum terpisahkan dari bangsa yang indah ini. Yang lebih mengenaskan adalah, penyakit akut kemiskinan itu ternyata telah bersarang di tubuh mayoritas ummat Islam, ia menyerang jasad ummat yang sesungguhnya memiliki nilai-nilai perjuangan untuk sukses dunia akhirat, tetapi kemudian harus mengalami sebuah ”bencana” kemiskinan yang sangat dahsyat.
Dalam buku World in Figure 2003 yang diterbitkan oleh The Economist, dipaparkan tentang Indonesia sebagai negara yang luar biasa, negeri terluas nomor 15 di dunia ini, ternyata dikenal sebagai pengekspor coklat dengan peringkat nomor 3 di dunia, penghasil sawit terbesar ke 2, dan beragam hasil perkebunan lainnya, dari penghasilan tambang, ternyata Indonesia menghasilkan emas ke 8 di dunia, negeri ini menghasilkan sungguh banyak bauksit, bahan bakar minyak, batubara, marmer, nikel dan kandungan mineral lainnya[2]
Permasalahan kemiskinan dibicarakan tanpa berujung pada aksi nyata, oleh karena itu hal ini menarik banyak kalangan untuk dituntaskan dengan cara yang tepat dan cerdas. Setiap orang seolah bergairah untuk membicarakan tentang betapa miskinnya negeri ini, negeri yang konon elok rupawan, alamnya yang subur menghasilkan tetumbuhan yang menggiurkan, tetapi ternyata semuanya itu tinggal sekedar cerita masa lalu. Kemiskinan tetap saja menjadi bagian yang belum terpisahkan dari bangsa yang indah ini. Yang lebih mengenaskan adalah, penyakit akut kemiskinan itu ternyata telah bersarang di tubuh mayoritas ummat Islam, ia menyerang jasad ummat yang sesungguhnya memiliki nilai-nilai perjuangan untuk sukses dunia akhirat, tetapi kemudian harus mengalami sebuah ”bencana” kemiskinan yang sangat dahsyat.
Dalam buku World in Figure 2003 yang diterbitkan oleh The Economist, dipaparkan tentang Indonesia sebagai negara yang luar biasa, negeri terluas nomor 15 di dunia ini, ternyata dikenal sebagai pengekspor coklat dengan peringkat nomor 3 di dunia, penghasil sawit terbesar ke 2, dan beragam hasil perkebunan lainnya, dari penghasilan tambang, ternyata Indonesia menghasilkan emas ke 8 di dunia, negeri ini menghasilkan sungguh banyak bauksit, bahan bakar minyak, batubara, marmer, nikel dan kandungan mineral lainnya[2]
Apabila ditilik
secara seksama data-data diatas, sudah seharusnya apabila zakat dioptimalkan
dan didistribusikan secara baik maka kemiskinan di indonesia seyogyanya
menunjukan pengurangan secara drastis dan bahkan sangat sedikit sekali, dengan
catatan seluruh hasil bumi dan penghasilan negara lainnya mengeluarkan zakatnya
apabila penghasilan-penghasilan tersebut telah mencapai nishabnya dan
didistribusikan dengan efektif.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Zakat
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti,
yaitu al-(barakatu(keberkahan), al-namaa(pertumbuhan dan perkembangan),
ath-thaharatu kesucian), ash-shalahu
(keberesan).[3]
Sedangkan secara istilah, meskipun para ulama mengemukakan dengan redaksi yang
agak berbeda antara satu dan lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu
bahwa zakat itu adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang itu
adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan
kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada kepada yang berhak menerimanya,
dengan persyaratan tertentu pula.[4]
Hubungan antara pengertian zakat menurut bahass adan dengan
pengertian menurut istilah, sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta
yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan
bertambah, suci, dan beres(baik).
B.
Hikmah
dan Manfaat Zakat
Zakat adalah ibadah dalam bidang harta mengandung hikmah dan
manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan dengan orang
yang berzakat (muzakki), penerimanya (mustahik), harta yang dikeluarkan
zakatnya, maupun bagi masyarakat keseluruhan[5]
Hikmah dan manfaat tersebut antara lain tersimpul sebagai berikut.[6]
Pertama, Sebagai
perwujudan keimanan kepada Allah SWT mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan ahklak
mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan
merkentalis, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan
mengembangkan harta yang dimiliki.
Kedua, karena zakat
merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan
membina mereka, trutama fakir miskin, kearah kehidupan yang lebih baik dan
lebih sejahtera.
Ketiga, sebagai pilar
amal bersama (jama’i) antara orang-orang kaya yang berkecukupan hidupnya dan
para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk berjihad dijalan Allah yang
karena kesibukannya tersebut ia tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk
berusaha dan berikhtiar bagi kepentingan nafkah duri dan keluarganya.
Keempat, sebagai salah
satu sumber dana bagi pembangunan sarana dan prasarana yang harus dimiliki umat
islam, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan sosial maupun ekonomi,
sekaligus sarana pengembangan kualitas sumberdaya manusia muslim.
Kelima, untuk
memaasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu bukanlah membsrsihkan
harta yang kotor, akan tetapi mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari
harta kita yang kita usahakan dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan
Allah SWT.
Keenam, dari sisi
pembangunan kesejahteraan umat, akat merupakan salahsatu instrumen pemerataan pendapatan.
Ketujuh, dorongan
ajaran islam yang begitu kuat kepada orang-orang yang beriman untuk berzakat,
berinfak, dan bersedekah menunjukan bahwa ajaran islam mendorong umatnya untuk
mampu bekerja dan berusaha.
C.
Barang-barang
yang wajib dizakati
Dalam kitab-kitab fiqih dari berbagai mazhab, pada umumnya hanya 8
macam harta benda yang disebut-ssebut sebagai harta benda yang wajib dizakati,
disertai keterangan tentang nisabnya, haul, dan hasil/ presentase zakatnya,
sebagaimana tersebut pada tabel di bawah ini:
No jenis harta benda Nisabnya Haulnya hasil/
presentase zakatnya
1 Emas 93,6
gram 1 tahun 2,5%
2 Perak 93,6
gram 1 tahun 2,5%
3 hasil pertanian/per- 750 kg waktu
panen 5% dengan teknologi/
kebunan 10%
nonteknologi
4 barang perdagangan 93,6 gram 1
tahun 2,5%
5 hasil tambang 93,6 gram 1
tahun 2,5%
6 Mata uang 93,6 gram 1
tahun 2,5%
7 Barang temuan 93,6% waktu ditemukan 20%
8 Binatang ternak
a. Unta 5
ekor 1
tahun 1 ekor kambing
umur
2 tahun lebih
b. sapi/unta 30 ekor 1
tahun 1
ekor anak sapi/
umur
2 thn lebih
c. kambing 40 ekor 1
tahun 1
kambing betina
umur
2 tahun lebih
1
kambing betina
Umur
1 thn lebih
Disamping 8 jenis
harta benda tersebut, yang kewajiban zakatnya dadasarkan kepada ayat Al-Qur’an
dan/atau Hadist, kecuali mata uang atas dasar qiyas, maka masih banyak jenis
hasil usaha dan jasa yang belum ada
jenis hukumnya dan tidak jelas pula nisab, haul dan hasil presentase zakatnya.[7]
D.
Substansi
Kemiskinan dan Kesenjangan
Kemiskinan adalah kondisi depriversi terhadap sumber-sumber
pemenuhan kebutuhan dasar, sepert pangan, sandang, papan kesehatan, pendidikan
dasar sedangkan kesenjangan adalah ketidak merataan akses terhadap sumber
ekonomis yang dimiliki.[8]
Dari kelima deprivation trap tersebut, kerentanan dan ketidak
berdayaan merupakan penyebab yang perlu mendapatkan perhatian. Dengan
kerentanan dan ketidak berdayaan tersebut mengakibatkan perbedaan kepemilikan
faktor produksi. Perrbedaan tersbut dicerminkan oleh ketidak merataan akses
terhadap sumberdaya ekonomi, dan masing-masing pelaku ekonomi hanya akan
memperoleh pendapatan yang sebanding dengan apa yang dikobarkan dan faktor
produksi apa yang dimiliki. Ini berarti bahwa pengentasan kemiskinan dapat
dilakukan jika si miskin diberikan pemberdayaan ekonomi, budaya dan politik,
sehingga si miskin mempunyai kebebasan untukmemilih dan mengekspresikan
kemampuan diri, serta mendapatkan keadilan.
E.
Peran
Zakat Dalam Mengatasi Kemiskinan
Peran zakat
dalam mengentaskan kemiskinan adalah peran yang tidak bisa dipungkiri
keberadaannya, baik dalam kehidupan muslim atau kehidupan lainnya. Khalayak
umum hanya mengetahui bahwasanya tujuan dari zakat adalah mengentaskan
kemiskinan dan juga membantu para fakir miskin, tanpa mengetahui gambarannya
secara gamblang.[9]
Peranan zakat
tidak hanya terbatas kepada pengentasan kemiskinan. Akan tetapi bertujuan untuk
mengatasi permasalahan-permasalahan masyarakat lainnya. Dapat diketahui bahwa
salah satu peranan zakat adalah membantu negara muslim lainnya dalam menyatukan
hati para warganya untuk dapat loyal kepada Islam dan juga membantu segala
permasalahan yang ada di dalamnya.
Al-Qur’an
mengisyaratkan agar zakat atau infak dikelola secara profesional. Itu dapat dipahami
dari keterangan Al-Qur’an yang menghargai jasa para amil sehingga mereka
ditetapkan sebagai salah satu dari delapan golongan yang berhak memperoleh
pembagian zakat. Jika prinsip ini dapat dijalankan maka harta yang dikumpulkan
melalui zakat dapat menjadi produktif, dapat menciptkan lapangan kerja,
membantu peningkatan kualitas SDM secara terencana, ikut mengembangkan usaha
yang baik dari sudut pandang agama, dan lainnya. Singkatnya, banyak manfaat
yang dapat diraih dari dana zakat yang dikelola secara profesional.[10]
Islam memandang
kemiskinan merupakan suatu hal yang mampu membahayakan akhidah, akhlak,
kelogisan berpikir, keluarga dan juga masyarakat. Islam pun menganggapnya
sebagai musibah yang harus segera ditanggulangi.[11]
Maka dari itu
setiap umat Islam didorong untuk menjadi pembayar zakat. Artinya, setiap orang
diharapkan dapat mengambil bagian dalam penanggulangan kemiskinan. Harapan
tersebut ditujukan kepada orang-orang yang mampu maupun kepada penyandang
kemiskinan itu sendiri. Hal tersebut dapat dilihat dari penerapan kewajiban
zakat fitrah. Kewajiban tersebut juga diberlakukan bagi orang miskin jika pada
malam hari menjelang Idul Fitri ia mempunyai kelebihan bahan makanan. Hal ini
mencerminkan kebersamaan di dalam mengatasi persoalan kemiskinan. Tolong
menolong dalam kebaikan dan ketakwaan harus dijabarkan dan diimplementasikan
dalam kehidupan ekonomi.
Berdasarkan
prinsip tersebut umat Islam diharapkan saling mendukung sehingga usaha-usaha di
bidang ekonomi yang dijalankan mampu bertahan dan berkembang di tengah
persaingan yang keras dan bebas. Prinsip ini menjadi semakin penting ketika
usaha-usaha yang dijalankan oleh umat masih lemah dan belum mampu bersaing
karena berbagai keterbatasan. Dukungan tersebut antara lain dengan memilih
produk yang dihasilkan dan memanfaatkan jasa yang ditawarkan serta mendukung
terciptanya jaringan bisnis yang kuat dan luas. Pola hidup yang hemat dan
sederhana sangat diperlukan untuk menanggulangi kemiskinan.
Pada
hakekatnya, mengentaskan kemiskinan adalah dengan mengentaskan penyebabnya.
Agar seseorang dapat menunaikan zakatnya untuk mengentaskan kemiskinan, maka
perlu diketahui penyebab kemiskinan terhadapa individu atau kemiskinan yang
terjadi pada satu kelompok masyarakat. Setiap penyebab kemiskinan diobati dengan
formula yang berbeda-beda, meliputi:
1.
Kemiskinan yang disebabkan oleh kelemahan
fisik yang menjadi penghalang dirinya dalam mendapatkan penghasilan yang besar.
2.
Kemiskinan yang disebabkan oleh ketidakmampuan
untuk mencari pekerjaan, karena
ditutupnya pintu-pintu yang halal sesuai dengan keadaan para fakir
miskin tersebut.
3.
Kemiskinan yang disebabkan oleh kurangnya
pendapatan yang ia peroleh untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, sekalipun ia
mempunyai penghasilan tetap.
Untuk
mengoptimalkan peran zakat dalam mengentaskan kemiskinan, maka terdapat
ketentuan kadar zakat yang dikeluarkan untuk fakir miskin. Yusuf Qaradhawi yang
mengutip pendapat Imam Ghazali menyebutkan tiga pendapat dalam permasalahan
ini, meliputi: memberikan fakir miskin sejumlah nishab zakat, memberikan fakir
miskin kebutuhannya selama setahun, dan memberikan fakir miskin kebutuhan selam
sisa hidupnya.[12]
kemiskinan
merajalela adalah karena kebijakan yang salah selama ini, Berdasarkan hal
tersebut maka untuk melawan kemiskinan harus dengan kebijakan yang benar. Tanpa
kebijakan yang benar, usaha untuk mengentaskan kemiskinan dari awal sudah
ditakdirkan akan gagal. Disinilah letak pentingnya sebuah instutusi pemerintah
dalam melawan kemiskinan, karena kebijakan suatu negara terletak pada “kekuasaan”
yang sedang memerintah.[13]
F.
Signifikansi Zakat Dalam perekonomian Umat
Fakta sejarah membuktikan di zaman sahabat,
ummayah, dan Abbasiah, ekonomi umat akan tumbuh bila potensi zakat umat digali
secara optimal. Di zaman Umar bin Abdul Aziz dalam tempo 30 bulan tidak
ditemukan lagi masyarakat miskin, karena semua muzakki mengeluarkan zakat dan
distribusi zakat tidak sebatas konsumtif, tetapi juga produktif. Kenyataan itu
harus kita wujudkan saat ini agar kemiskinan yang menjadi musuh kita dapat
diatasi.
Secara spiritual amalan zakat
sesungguhnya bagaikan tabungan akhirat, namun hakekat zakat dalam urusan dunia
memiliki kekuatan yang maha dahsyat dalam membangun ekonomi umat (Islam)
khususnya. Beberapa pokok pikiran yang mendasari asumsi ini antara lain:
1.
Terjadi pertumbuhan penduduk yang tinggi dan
terus menerus. Implikasi demografis ini secara otomatis maka nilai totalitas
kuantitatif zakat secara nasional akan meningkat tentunya diukur dari sisi
besarnya rupiah yang dikumpul,
2.
Kemampuan pengumpulan zakat dan besarnya jumlah
pemberi zakat (muzakki) sesungguhnya dapat digunakan sebagai salah instrumen
efektif untuk mengukur adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat (Islam)
secara umumnya,
3.
Indikator empiris untuk mengaitkan adanya
kenaikan tingkat kesadaran masyarakat (Muslim) dalam membayar zakat. Tentunya
indikator ini berkaitan dengan meningkatnya kesdaran dan amalan jariah melalui
zakat, infaq dan sadaqah,
4.
Keberhasilan meningkatkan kualitas nilai zakat
dan kuantitas muzakki merefleksikan efektifnya manajemen zakat yang dikelola
oleh BAZ (Badan Amil Zakat) atau LAZ (Lembaga Amil Zakat).
Menggali potensi zakat perlu
dilakukan melalui identifikasi objek zakat. Sosialisasi dalam mekanisme
penerimaan/pemungutan melalui petugas pengumpul zakat (Amil) sangat penting.
Dan yang terpenting setelah zakat terkumpul ialah mekanisme dalam
penyaluran kepada mustahik (penerima zakat). Efektifitas ini berkaitan pula
dengan efisiensi dalam internal manajemen termasuk kualitas dan
profesionalitas amil zakat, dan transparansi dalam tata-kelola zakat.
Zakat sesungguhnya berfungsi pula
sebagai sumber dana bagi pengembangan ekonomi syariah dengan manajemen amanah.
Zakat disalurkan bukan sekedar kepada fakir miskin yang lebih ditujukan ke
kepentingan konsumsi (keluarga), tetapi idealnya dana yang disalurkan dapat
dijadikan modal usaha bagi perbaikan ekonomi keluarga warga Muslim. Jadi sisi
investasi atas zakat jauh lebih bermanfaat dibandingkan sisi konsumsi dari
zakat. Ia bagaikan memberi kail dan umpan untuk pengembangan ekonomi ummat,
dibandingkan memberi ikan yang siap dimakan untuk kepentingan sesaat.[14]
G.
Zakat dan Kerja Sebagai Solusi Pengentasan
Kemiskinan
Ali bin Abi
Thalib pernah berkata, “Seandainya kemiskinan berwujud
seorang manusia, niscaya aku akan membunuhnya”. Makna ucapan
khalifah keempat tersebut ialah bahwa ia mendeklarasikan secara tegas “perang
terhadap kemiskinan”. Pada masa krisis ekonomi yang masih berlangsung masalah
kemiskinan sedang menjadi isu penting, karena jumlah rakyat miskin membengkak
secara luar biasa, dari 22,5 juta menjadi hampir 100 juta jiwa
Islam sangat
menekankan kepada kita untuk mampu mengatasi kemiskinan, Dalam Ajaran Islam,
kita menemukan petunjuk-petunjuk Allah Swt sebagaimana yang telah dicontohkan
oleh Rasulullah saw dalam mengatasi kemiskinan. Ustadz Dr. Yusuf Qardhawi dalam
bukunya Musykilatul Fakri Wa Kaifa ‘Aalajahal Islam menyebutkan
kiat-kiat Islam dalam mengatasi kemiskinan. Kiat-kiat tersebut antara lain:
1. Zakat; merupakan
kewajiban yang harus ditunaikan kaum muslimin. Kewajiban zakat sama
kedudukannya dengan kewajiban shalat. Dalam Islam, perintah shalat dirangkai
dengan perintah zakat. Berarti, seorang muslim tidak sempurna keislamannya
tanpa menunaikan keduanya, sebagaimana firman Allah:Dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang
ruku (QS 2:43).
Karena zakat
merupakan upaya untuk mengatasi kemiskinan, maka dana zakat tidak hanya
digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya konsumtif, karena para fakir
dan miskin nantinya hanya menggantungkan harapannya kepada zakat. Dana zakat
itu bisa untuk biaya pendidikan orang-orang miskin dan modal usaha.
Karena zakat
menjadi salah satu pilar penting dalam Islam maka mereka yang tidak menunaikan
zakat bukan hanya tidak sempurna keislamannya, tapi juga tidak termasuk ke
dalam kelompok mu’min yang beruntung (QS 23:1-4), tidak termasuk muhsinin atau
orang yang baik (QS 31:3-4), tidak termasuk orang yang melakukan kebajikan dan
ketaqwaan (QS 2:177), tidak bisa dibedakan dengan orang-orang yang musyrik (QS
41:6), tidak memperoleh rahmat Allah (QS 7:156), tidak berhak memperoleh
pertolongan Allah (QS 22:41) dan sebagainya.
2. Bekerja; merupakan
keharusan mutlak yang harus dilakukan oleh seorang muslim, guna
memperoleh rezeki yang telah disediakan Allah Swt. Seorang muslim diperintahkan
untuk berjalan ke berbagai penjuru dunia untuk meraih rezeki yang halal.
Sebagaimana firman Allah swt yang artinya: Dialah yang menjadikan bumi itu
mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari
rezeki-Nya (QS 67:15).
Bekerja adalah
senjata utama untuk memerangi kemiskinan, modal pokok mencapai kekayaan dan
faktor dominan dalam menciptakan kemakmuran dunia. Ini berarti seorang muslim
harus memiliki ilmu dan ketrampilan agar dapat bekerja dan membuka lapangan
kerja serta menumbuhkan semangat untuk bekerja/ jiwa entrepreneur.
Oleh karena
itu, seorang muslim yang telah menunaikan zakat dengan hati yang ikhlas, maka
dia akan digolongkan ke dalam kelompok orang yang bersaudara dalam Islam (QS
9:11). Akhirnya, kita harus menyadari bahwa kemiskinan itu selalu menghantui
kita sepanjang zaman dan kemiskinan bisa terjadi secara tiba-tiba terhadap
orang yang kaya. Maka harus kita ingat bahwa selagi kita kaya dan berkecukupan,
kita harus ingat pada mereka yang miskin dan kekurangan, karena suatu ketika
mungkin saja kita seperti mereka. [15]
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Islam memandang kemiskinan sebagai sesuatu yang dapat membahayakan akidah maka
kemiskinan harus segera diatasi. Mengentaskan kemiskinan adalah dengan
mengentaskan penyebabnya, maka dari itu setiap umat Islam didorong untuk
menjadi pembayar zakat. artinya, setiap orang diharapkan dapat mengambil bagian
dalam penanggulangan kemiskinan. Harapan tersebut ditujukan kepada orang-orang
yang mampu maupun kepada penyandang kemiskinan itu sendiri.
2. Pengawalan zakat melalui pembangunan hukum ekonomi adalah akibat dari kegagalan 1 dekade reformasi hukum ekonomi. Dalam rangka pengawalan tersebut maka dapat ditempuh melalui adanya birokrasi yang bersih, keimanan penyelenggara negara dan pengobtimalisasian potensi yang dimiliki oleh negara itu sendiri.
2. Pengawalan zakat melalui pembangunan hukum ekonomi adalah akibat dari kegagalan 1 dekade reformasi hukum ekonomi. Dalam rangka pengawalan tersebut maka dapat ditempuh melalui adanya birokrasi yang bersih, keimanan penyelenggara negara dan pengobtimalisasian potensi yang dimiliki oleh negara itu sendiri.
3. Pengelolaan dan pendistribusian
zakat yang baik dan tepat sasaran akan memperbanyak muzakki dan mengurangi
kemiskinan dan kesenjangan antara si kaya dan si miskin secara signifikan.
4. Zakat akan lebih berguna apabila
zakat yang diterima tersebut dijadikan modal produksi agar tidak hanya
konsumtif dan akan habis dengan cepat.
B. Saran
1.
Adanya pengobtimalisasian zakat baik dalam pengelolaan, ditribusi dan
sosialisasi zakat secara komprehensif dalam masyarakat.
2. Adanya upaya penggalian sumber-sumber zakat yang harus terus dilakukan, terutama oleh Badan Amil Zakat maupun oleh Lembaga Amil Zakat. Serta perlu adanya kerjasama antar kedua lembaga tersebut agar hasil dan daya guna zakat dapat lebih diobtimalkan.
2. Adanya upaya penggalian sumber-sumber zakat yang harus terus dilakukan, terutama oleh Badan Amil Zakat maupun oleh Lembaga Amil Zakat. Serta perlu adanya kerjasama antar kedua lembaga tersebut agar hasil dan daya guna zakat dapat lebih diobtimalkan.
3. Diperlukan adanya kebijakan dari
pemerintah terkait adanya penegakan birokrasi yang bersih.
4. Bagi penglola zakat agar
mendistribusikan zakat tepat sasaran agar zakat tersebut efektif dan efisien
serta sangat berguna bagi si miskin tersebut.
5. Bagi pengelola zakat agar
mengarahkan kepada penerima zakat untuk menjadikan zakat tersebut modal
produksi.
Mungkin ini saja yang dapat saya
sampaikan, dalam tugas akhir mata kuliah Manajemen ZISWAT, kurang lebihnya
minta maaf. Karna tidak ada mausia yang sempurna , sekian.Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
1.
Hafidhuddin,
Didin. Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani, 2002.
2.
Zuhdi,
Masjfuk. Masail Fiqhiyyah, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1997.
3.
Rais,
M.Amien. Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia, Yogyakarta: Aditya
Media, 1995.
4.
Qardhawi,
Yusuf. Spektrum Zakat, Jakarta:
Zikrul Hakim, 2005.
Skripsi:
1.
Erika,
Pratimi N. ANALISIS
PERAN ZAKAT DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN
(Sebuah Jawaban atas Kegagalan 10 tahun Reformasi Pembangunan Hukum Ekonomi), Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2008.
(Sebuah Jawaban atas Kegagalan 10 tahun Reformasi Pembangunan Hukum Ekonomi), Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2008.
Internet:
[1] . Yusuf
al-Qardhawi, Al- ibadah fil-islam (beirut: Muassasah Risalah, 1993), halaman
235
[2] . Pratami n Erika, Analisis peran zakat dalam
pengentasan kemiskinan, (Sebuah Jawaban atas Kegagalan 10 tahun Reformasi
Pembangunan Hukum Ekonomi), Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2008.
[3] . DR. KH.
Didin Hafidhuddin, M.sc. , Zakat dalam perekonomian modern, Gema insani, 2003,
hal 7.
[4] . ibid
hal 7.
[7] . Prof. Drs. H.
Masjfuk zuhdi, Masail fiqhiyah, hal 260-261
[8] . M. Amien Rais, Kemiskinan
dan Kesenjangan di Indonesia,Aditya Media, 1995, hal 9.
[9] . Yusuf Qardhawi,
spektrum Zakat, Zikrul Hakim, 2005. Hal 29.
[10] .
Pratami n Erika, Analisis peran zakat dalam
pengentasan kemiskinan, (Sebuah Jawaban atas Kegagalan 10 tahun Reformasi
Pembangunan Hukum Ekonomi), Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2008
[11] .
Yusuf Qardhawi,
spektrum Zakat, Zikrul Hakim, 2005, hal 24
[13] .
Pratami n Erika, Analisis peran zakat dalam
pengentasan kemiskinan, (Sebuah Jawaban atas Kegagalan 10 tahun Reformasi
Pembangunan Hukum Ekonomi), Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar