Kamis, 07 Juni 2012

Zakat untuk mengatasi kemiskinan dan kesenjangan


PENDAHULUAN
Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi sangat penting,strategis, dan menentukan[1], Baik dilihat dari sisi ajaran islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu rukun islam yang ketiga dari rukun islam yang kelima, sebagai mana diungkapkan dalam berbagai hadist Nabi, sehingga keberadaannya dianggap sebagai ma’luum minad-diin bidh-dharurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang.
Zakat adalah salah satu tiang agama dan termasuk ibadah, akan tetapi fungsi zakat bukan hanya sebagai ibadah atau mu’amalah ma’a Allah saja, akan tetapi fungsi zakat juga salah satunya adalah sebagai instrumen pemerataan, akan tetapi zakat sebagai instrumen pemerataan tersebut belum berfungsi dan pengumpulan zakat tersebut belum optimal di lembaga- lembaga pengumpul zakat, karena pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap harta yang wajib dikeluarkan zakatnya masih terbatas pada sumber- sumber konvensional yang secara jelas dinyatakan dalam Al-Qur’an dan hadist dengan persyaratan tertentu serta pendistribusian zakat yang kurang efektif sehingga zakat masih belum bisa mengurangi jumlah kemiskinan di suatu negara khususnya negara indonesia.
Adapun permasalahan kemiskinan di Indonesia sangat memprihatinkan, sudah lebih dari 66 tahun Indonesia merdeka dan akan menginjak ke 67, lebih dari 13 tahun reformasi, tetapi masalah kemiskinan menjadi masalah urgent dalam pembangunan Indonesia. Padahal, program pengentasan kemiskinan selalu tercantum dalam program pembangunan dari waktu ke waktu, dengan dana penanggulangan kemiskinan yang terus meningkat.

            Permasalahan kemiskinan dibicarakan tanpa berujung pada aksi nyata, oleh karena itu hal ini menarik banyak kalangan untuk dituntaskan dengan cara yang tepat dan cerdas. Setiap orang seolah bergairah untuk membicarakan tentang betapa miskinnya negeri ini, negeri yang konon elok rupawan, alamnya yang subur menghasilkan tetumbuhan yang menggiurkan, tetapi ternyata semuanya itu tinggal sekedar cerita masa lalu. Kemiskinan tetap saja menjadi bagian yang belum terpisahkan dari bangsa yang indah ini. Yang lebih mengenaskan adalah, penyakit akut kemiskinan itu ternyata telah bersarang di tubuh mayoritas ummat Islam, ia menyerang jasad ummat yang sesungguhnya memiliki nilai-nilai perjuangan untuk sukses dunia akhirat, tetapi kemudian harus mengalami sebuah ”bencana” kemiskinan yang sangat dahsyat.

            Dalam buku World in Figure 2003 yang diterbitkan oleh The Economist, dipaparkan tentang Indonesia sebagai negara yang luar biasa, negeri terluas nomor 15 di dunia ini, ternyata dikenal sebagai pengekspor coklat dengan peringkat nomor 3 di dunia, penghasil sawit terbesar ke 2, dan beragam hasil perkebunan lainnya, dari penghasilan tambang, ternyata Indonesia menghasilkan emas ke 8 di dunia, negeri ini menghasilkan sungguh banyak bauksit, bahan bakar minyak, batubara, marmer, nikel dan kandungan mineral lainnya[2]
Apabila ditilik secara seksama data-data diatas, sudah seharusnya apabila zakat dioptimalkan dan didistribusikan secara baik maka kemiskinan di indonesia seyogyanya menunjukan pengurangan secara drastis dan bahkan sangat sedikit sekali, dengan catatan seluruh hasil bumi dan penghasilan negara lainnya mengeluarkan zakatnya apabila penghasilan-penghasilan tersebut telah mencapai nishabnya dan didistribusikan dengan efektif.

PEMBAHASAN
A.    Pengertian Zakat
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-(barakatu(keberkahan), al-namaa(pertumbuhan dan perkembangan), ath-thaharatu  kesucian), ash-shalahu (keberesan).[3] Sedangkan secara istilah, meskipun para ulama mengemukakan dengan redaksi yang agak berbeda antara satu dan lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa zakat itu adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang itu adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada kepada yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.[4]
Hubungan antara pengertian zakat menurut bahass adan dengan pengertian menurut istilah, sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci, dan beres(baik).
B.     Hikmah dan Manfaat Zakat
Zakat adalah ibadah dalam bidang harta mengandung hikmah dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan dengan orang yang berzakat (muzakki), penerimanya (mustahik), harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat keseluruhan[5]
Hikmah dan manfaat tersebut antara lain tersimpul sebagai berikut.[6]
Pertama, Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan ahklak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan merkentalis, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki.
Kedua, karena zakat merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka, trutama fakir miskin, kearah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera.
Ketiga, sebagai pilar amal bersama (jama’i) antara orang-orang kaya yang berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk berjihad dijalan Allah yang karena kesibukannya tersebut ia tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk berusaha dan berikhtiar bagi kepentingan nafkah duri dan keluarganya.
Keempat, sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana dan prasarana yang harus dimiliki umat islam, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan sosial maupun ekonomi, sekaligus sarana pengembangan kualitas sumberdaya manusia muslim.
Kelima, untuk memaasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu bukanlah membsrsihkan harta yang kotor, akan tetapi mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari harta kita yang kita usahakan dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan Allah SWT.
Keenam, dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, akat merupakan salahsatu  instrumen pemerataan pendapatan.
Ketujuh, dorongan ajaran islam yang begitu kuat kepada orang-orang yang beriman untuk berzakat, berinfak, dan bersedekah menunjukan bahwa ajaran islam mendorong umatnya untuk mampu bekerja dan berusaha.   
C.     Barang-barang yang wajib dizakati
Dalam kitab-kitab fiqih dari berbagai mazhab, pada umumnya hanya 8 macam harta benda yang disebut-ssebut sebagai harta benda yang wajib dizakati, disertai keterangan tentang nisabnya, haul, dan hasil/ presentase zakatnya, sebagaimana tersebut pada tabel di bawah ini:

No       jenis harta benda          Nisabnya         Haulnya           hasil/ presentase zakatnya
1          Emas                            93,6 gram        1 tahun                                    2,5%
2          Perak                           93,6 gram        1 tahun                                    2,5%
3          hasil pertanian/per-      750 kg             waktu panen                5% dengan teknologi/
            kebunan                                                                                   10% nonteknologi
4          barang perdagangan     93,6 gram        1 tahun                                    2,5%
5          hasil tambang               93,6 gram        1 tahun                                    2,5%
6          Mata uang                    93,6 gram        1 tahun                                    2,5%
7          Barang temuan             93,6%              waktu ditemukan         20%
8          Binatang ternak           
            a. Unta                                     5 ekor              1 tahun                                    1 ekor kambing
                                                                                                            umur 2 tahun lebih
            b. sapi/unta                  30 ekor                        1 tahun                                    1 ekor anak sapi/
                                                                                                            umur 2 thn lebih
            c. kambing                   40 ekor                        1 tahun                                    1 kambing betina
                                                                                                            umur 2 tahun lebih
                                                                                                            1 kambing betina
                                                                                                            Umur 1 thn lebih
            Disamping 8 jenis harta benda tersebut, yang kewajiban zakatnya dadasarkan kepada ayat Al-Qur’an dan/atau Hadist, kecuali mata uang atas dasar qiyas, maka masih banyak jenis hasil usaha dan jasa yang  belum ada jenis hukumnya dan tidak jelas pula nisab, haul dan hasil presentase zakatnya.[7]
D.    Substansi Kemiskinan dan Kesenjangan
Kemiskinan adalah kondisi depriversi terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar, sepert pangan, sandang, papan kesehatan, pendidikan dasar sedangkan kesenjangan adalah ketidak merataan akses terhadap sumber ekonomis yang dimiliki.[8]
Dari kelima deprivation trap tersebut, kerentanan dan ketidak berdayaan merupakan penyebab yang perlu mendapatkan perhatian. Dengan kerentanan dan ketidak berdayaan tersebut mengakibatkan perbedaan kepemilikan faktor produksi. Perrbedaan tersbut dicerminkan oleh ketidak merataan akses terhadap sumberdaya ekonomi, dan masing-masing pelaku ekonomi hanya akan memperoleh pendapatan yang sebanding dengan apa yang dikobarkan dan faktor produksi apa yang dimiliki. Ini berarti bahwa pengentasan kemiskinan dapat dilakukan jika si miskin diberikan pemberdayaan ekonomi, budaya dan politik, sehingga si miskin mempunyai kebebasan untukmemilih dan mengekspresikan kemampuan diri, serta mendapatkan keadilan.
E.     Peran Zakat Dalam Mengatasi Kemiskinan
Peran zakat dalam mengentaskan kemiskinan adalah peran yang tidak bisa dipungkiri keberadaannya, baik dalam kehidupan muslim atau kehidupan lainnya. Khalayak umum hanya mengetahui bahwasanya tujuan dari zakat adalah mengentaskan kemiskinan dan juga membantu para fakir miskin, tanpa mengetahui gambarannya secara gamblang.[9]
Peranan zakat tidak hanya terbatas kepada pengentasan kemiskinan. Akan tetapi bertujuan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan masyarakat lainnya. Dapat diketahui bahwa salah satu peranan zakat adalah membantu negara muslim lainnya dalam menyatukan hati para warganya untuk dapat loyal kepada Islam dan juga membantu segala permasalahan yang ada di dalamnya.
Al-Qur’an mengisyaratkan agar zakat atau infak dikelola secara profesional. Itu dapat dipahami dari keterangan Al-Qur’an yang menghargai jasa para amil sehingga mereka ditetapkan sebagai salah satu dari delapan golongan yang berhak memperoleh pembagian zakat. Jika prinsip ini dapat dijalankan maka harta yang dikumpulkan melalui zakat dapat menjadi produktif, dapat menciptkan lapangan kerja, membantu peningkatan kualitas SDM secara terencana, ikut mengembangkan usaha yang baik dari sudut pandang agama, dan lainnya. Singkatnya, banyak manfaat yang dapat diraih dari dana zakat yang dikelola secara profesional.[10]
Islam memandang kemiskinan merupakan suatu hal yang mampu membahayakan akhidah, akhlak, kelogisan berpikir, keluarga dan juga masyarakat. Islam pun menganggapnya sebagai musibah yang harus segera ditanggulangi.[11]
Maka dari itu setiap umat Islam didorong untuk menjadi pembayar zakat. Artinya, setiap orang diharapkan dapat mengambil bagian dalam penanggulangan kemiskinan. Harapan tersebut ditujukan kepada orang-orang yang mampu maupun kepada penyandang kemiskinan itu sendiri. Hal tersebut dapat dilihat dari penerapan kewajiban zakat fitrah. Kewajiban tersebut juga diberlakukan bagi orang miskin jika pada malam hari menjelang Idul Fitri ia mempunyai kelebihan bahan makanan. Hal ini mencerminkan kebersamaan di dalam mengatasi persoalan kemiskinan. Tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan harus dijabarkan dan diimplementasikan dalam kehidupan ekonomi.
Berdasarkan prinsip tersebut umat Islam diharapkan saling mendukung sehingga usaha-usaha di bidang ekonomi yang dijalankan mampu bertahan dan berkembang di tengah persaingan yang keras dan bebas. Prinsip ini menjadi semakin penting ketika usaha-usaha yang dijalankan oleh umat masih lemah dan belum mampu bersaing karena berbagai keterbatasan. Dukungan tersebut antara lain dengan memilih produk yang dihasilkan dan memanfaatkan jasa yang ditawarkan serta mendukung terciptanya jaringan bisnis yang kuat dan luas. Pola hidup yang hemat dan sederhana sangat diperlukan untuk menanggulangi kemiskinan.
Pada hakekatnya, mengentaskan kemiskinan adalah dengan mengentaskan penyebabnya. Agar seseorang dapat menunaikan zakatnya untuk mengentaskan kemiskinan, maka perlu diketahui penyebab kemiskinan terhadapa individu atau kemiskinan yang terjadi pada satu kelompok masyarakat. Setiap penyebab kemiskinan diobati dengan formula yang berbeda-beda, meliputi:
1.       Kemiskinan yang disebabkan oleh kelemahan fisik yang menjadi penghalang dirinya dalam mendapatkan penghasilan yang besar.
2.       Kemiskinan yang disebabkan oleh ketidakmampuan untuk mencari pekerjaan, karena  ditutupnya pintu-pintu yang halal sesuai dengan keadaan para fakir miskin tersebut.
3.      Kemiskinan yang disebabkan oleh kurangnya pendapatan yang ia peroleh untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, sekalipun ia mempunyai penghasilan tetap.
Untuk mengoptimalkan peran zakat dalam mengentaskan kemiskinan, maka terdapat ketentuan kadar zakat yang dikeluarkan untuk fakir miskin. Yusuf Qaradhawi yang mengutip pendapat Imam Ghazali menyebutkan tiga pendapat dalam permasalahan ini, meliputi: memberikan fakir miskin sejumlah nishab zakat, memberikan fakir miskin kebutuhannya selama setahun, dan memberikan fakir miskin kebutuhan selam sisa hidupnya.[12]
kemiskinan merajalela adalah karena kebijakan yang salah selama ini, Berdasarkan hal tersebut maka untuk melawan kemiskinan harus dengan kebijakan yang benar. Tanpa kebijakan yang benar, usaha untuk mengentaskan kemiskinan dari awal sudah ditakdirkan akan gagal. Disinilah letak pentingnya sebuah instutusi pemerintah dalam melawan kemiskinan, karena kebijakan suatu negara terletak pada “kekuasaan” yang sedang memerintah.[13]
F.      Signifikansi Zakat Dalam perekonomian Umat
Fakta sejarah membuktikan di zaman sahabat, ummayah, dan Abbasiah, ekonomi umat akan tumbuh bila potensi zakat umat digali secara optimal. Di zaman Umar bin Abdul Aziz dalam tempo 30 bulan tidak ditemukan lagi masyarakat miskin, karena semua muzakki mengeluarkan zakat dan distribusi zakat tidak sebatas konsumtif, tetapi juga produktif. Kenyataan itu harus kita wujudkan saat ini agar kemiskinan yang menjadi musuh kita dapat diatasi.
            Secara spiritual amalan zakat sesungguhnya bagaikan tabungan akhirat, namun hakekat zakat dalam urusan dunia memiliki kekuatan yang maha dahsyat dalam membangun ekonomi umat (Islam) khususnya. Beberapa pokok pikiran yang mendasari asumsi ini antara lain:
1.      Terjadi pertumbuhan penduduk yang tinggi dan terus menerus. Implikasi demografis ini secara otomatis maka nilai totalitas kuantitatif zakat secara nasional akan meningkat tentunya diukur dari sisi besarnya rupiah yang dikumpul,
2.      Kemampuan pengumpulan zakat dan besarnya jumlah pemberi zakat (muzakki) sesungguhnya dapat digunakan sebagai salah instrumen efektif untuk mengukur adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat (Islam) secara umumnya,
3.      Indikator empiris untuk mengaitkan adanya kenaikan tingkat kesadaran masyarakat (Muslim) dalam membayar zakat. Tentunya indikator ini berkaitan dengan meningkatnya kesdaran dan amalan jariah melalui zakat, infaq dan sadaqah,
4.      Keberhasilan meningkatkan kualitas nilai zakat dan kuantitas muzakki merefleksikan efektifnya manajemen zakat yang dikelola oleh BAZ (Badan Amil Zakat) atau LAZ (Lembaga Amil Zakat).
            Menggali potensi zakat perlu dilakukan melalui identifikasi objek zakat. Sosialisasi dalam mekanisme penerimaan/pemungutan melalui petugas pengumpul zakat (Amil) sangat penting. Dan yang terpenting setelah zakat terkumpul ialah mekanisme dalam  penyaluran kepada mustahik (penerima zakat). Efektifitas ini berkaitan pula dengan  efisiensi dalam internal manajemen termasuk kualitas dan profesionalitas amil zakat, dan transparansi dalam tata-kelola zakat.
            Zakat sesungguhnya berfungsi pula sebagai sumber dana bagi pengembangan ekonomi syariah dengan manajemen amanah. Zakat disalurkan bukan sekedar kepada fakir miskin yang lebih ditujukan ke kepentingan konsumsi (keluarga), tetapi idealnya dana yang disalurkan dapat dijadikan modal usaha bagi perbaikan ekonomi keluarga warga Muslim. Jadi sisi investasi atas zakat jauh lebih bermanfaat dibandingkan sisi konsumsi dari zakat. Ia bagaikan memberi kail dan umpan untuk pengembangan ekonomi ummat, dibandingkan memberi ikan yang siap dimakan untuk kepentingan sesaat.[14]
G.    Zakat dan Kerja Sebagai Solusi Pengentasan Kemiskinan
Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “Seandainya kemiskinan berwujud seorang manusia, niscaya aku akan membunuhnya”. Makna ucapan khalifah keempat tersebut ialah bahwa ia mendeklarasikan secara tegas “perang terhadap kemiskinan”. Pada masa krisis ekonomi yang masih berlangsung masalah kemiskinan sedang menjadi isu penting, karena jumlah rakyat miskin membengkak secara luar biasa, dari 22,5 juta menjadi hampir 100 juta jiwa
Islam sangat menekankan kepada kita untuk mampu mengatasi kemiskinan, Dalam Ajaran Islam, kita menemukan petunjuk-petunjuk Allah Swt sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw dalam mengatasi kemiskinan. Ustadz Dr. Yusuf Qardhawi dalam bukunya Musykilatul Fakri Wa Kaifa ‘Aalajahal Islam menyebutkan kiat-kiat Islam dalam mengatasi kemiskinan. Kiat-kiat tersebut antara lain:
            1.     Zakat; merupakan kewajiban yang harus ditunaikan kaum muslimin. Kewajiban zakat sama kedudukannya dengan kewajiban shalat. Dalam Islam, perintah shalat dirangkai dengan perintah zakat. Berarti, seorang muslim tidak sempurna keislamannya tanpa menunaikan keduanya, sebagaimana firman Allah:Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku (QS 2:43).
Karena zakat merupakan upaya untuk mengatasi kemiskinan, maka dana zakat tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya konsumtif, karena para fakir dan miskin nantinya hanya menggantungkan harapannya kepada zakat. Dana zakat itu bisa untuk biaya pendidikan orang-orang miskin dan modal usaha.
Karena zakat menjadi salah satu pilar penting dalam Islam maka mereka yang tidak menunaikan zakat bukan hanya tidak sempurna keislamannya, tapi juga tidak termasuk ke dalam kelompok mu’min yang beruntung (QS 23:1-4), tidak termasuk muhsinin atau orang yang baik (QS 31:3-4), tidak termasuk orang yang melakukan kebajikan dan ketaqwaan (QS 2:177), tidak bisa dibedakan dengan orang-orang yang musyrik (QS 41:6), tidak memperoleh rahmat Allah (QS 7:156), tidak berhak memperoleh pertolongan Allah (QS 22:41) dan sebagainya.
            2.     Bekerja; merupakan keharusan mutlak yang harus dilakukan oleh seorang muslim,  guna memperoleh rezeki yang telah disediakan Allah Swt. Seorang muslim diperintahkan untuk berjalan ke berbagai penjuru dunia untuk meraih rezeki yang halal. Sebagaimana firman Allah swt yang artinya: Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya (QS 67:15).
Bekerja adalah senjata utama untuk memerangi kemiskinan, modal pokok mencapai kekayaan dan faktor dominan dalam menciptakan kemakmuran dunia. Ini berarti seorang muslim harus memiliki ilmu dan ketrampilan agar dapat bekerja dan membuka lapangan kerja serta menumbuhkan semangat untuk bekerja/ jiwa entrepreneur.
Oleh karena itu, seorang muslim yang telah menunaikan zakat dengan hati yang ikhlas, maka dia akan digolongkan ke dalam kelompok orang yang bersaudara dalam Islam (QS 9:11). Akhirnya, kita harus menyadari bahwa kemiskinan itu selalu menghantui kita sepanjang zaman dan kemiskinan bisa terjadi secara tiba-tiba terhadap orang yang kaya. Maka harus kita ingat bahwa selagi kita kaya dan berkecukupan, kita harus ingat pada mereka yang miskin dan kekurangan, karena suatu ketika mungkin saja kita seperti mereka. [15]

PENUTUP

A.    Kesimpulan
            1. Islam memandang kemiskinan sebagai sesuatu yang dapat membahayakan akidah maka kemiskinan harus segera diatasi. Mengentaskan kemiskinan adalah dengan mengentaskan penyebabnya, maka dari itu setiap umat Islam didorong untuk menjadi pembayar zakat. artinya, setiap orang diharapkan dapat mengambil bagian dalam penanggulangan kemiskinan. Harapan tersebut ditujukan kepada orang-orang yang mampu maupun kepada penyandang kemiskinan itu sendiri.
            2. Pengawalan zakat melalui pembangunan hukum ekonomi adalah akibat dari kegagalan 1 dekade reformasi hukum ekonomi. Dalam rangka pengawalan tersebut maka dapat ditempuh melalui adanya birokrasi yang bersih, keimanan penyelenggara negara dan pengobtimalisasian potensi yang dimiliki oleh negara itu sendiri.
            3. Pengelolaan dan pendistribusian zakat yang baik dan tepat sasaran akan memperbanyak muzakki dan mengurangi kemiskinan dan kesenjangan antara si kaya dan si miskin secara signifikan.
            4. Zakat akan lebih berguna apabila zakat yang diterima tersebut dijadikan modal produksi agar tidak hanya konsumtif dan akan habis dengan cepat.
B. Saran
            1. Adanya pengobtimalisasian zakat baik dalam pengelolaan, ditribusi dan sosialisasi zakat secara komprehensif dalam masyarakat.
            2. Adanya upaya penggalian sumber-sumber zakat yang harus terus dilakukan, terutama oleh Badan Amil Zakat maupun oleh Lembaga Amil Zakat. Serta perlu adanya kerjasama antar kedua lembaga tersebut agar hasil dan daya guna zakat dapat lebih diobtimalkan.
            3. Diperlukan adanya kebijakan dari pemerintah terkait adanya penegakan birokrasi yang bersih.
            4. Bagi penglola zakat agar mendistribusikan zakat tepat sasaran agar zakat tersebut efektif dan efisien serta sangat berguna bagi si miskin tersebut.
            5. Bagi pengelola zakat agar mengarahkan kepada penerima zakat untuk menjadikan zakat tersebut modal produksi.
            Mungkin ini saja yang dapat saya sampaikan, dalam tugas akhir mata kuliah Manajemen ZISWAT, kurang lebihnya minta maaf. Karna tidak ada mausia yang sempurna , sekian.Terimakasih.





           
           


 








DAFTAR PUSTAKA
Buku:
1.      Hafidhuddin, Didin. Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani, 2002.
2.      Zuhdi, Masjfuk. Masail Fiqhiyyah, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1997.
3.      Rais, M.Amien. Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia, Yogyakarta: Aditya Media, 1995.
4.      Qardhawi, Yusuf. Spektrum  Zakat, Jakarta: Zikrul Hakim, 2005.
Skripsi:
1.      Erika, Pratimi N. ANALISIS PERAN ZAKAT DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN
(Sebuah Jawaban atas Kegagalan 10 tahun Reformasi Pembangunan Hukum Ekonomi), Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2008.
Internet:



[1] . Yusuf al-Qardhawi, Al- ibadah fil-islam (beirut: Muassasah Risalah, 1993), halaman 235
[2] . Pratami n Erika, Analisis peran zakat dalam pengentasan kemiskinan, (Sebuah Jawaban atas Kegagalan 10 tahun Reformasi Pembangunan Hukum Ekonomi),  Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2008.
[3] . DR. KH. Didin Hafidhuddin, M.sc. , Zakat dalam perekonomian modern, Gema insani, 2003, hal 7.
[4] . ibid hal 7.
[5]Ibid hal 9
[6] . ibid hal 10-15.
[7] . Prof. Drs. H. Masjfuk zuhdi, Masail fiqhiyah, hal 260-261
[8] . M. Amien Rais, Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia,Aditya Media, 1995, hal 9.
[9] . Yusuf Qardhawi, spektrum Zakat, Zikrul Hakim, 2005. Hal 29.
[10] . Pratami n Erika, Analisis peran zakat dalam pengentasan kemiskinan, (Sebuah Jawaban atas Kegagalan 10 tahun Reformasi Pembangunan Hukum Ekonomi),  Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2008
[11] . Yusuf Qardhawi, spektrum Zakat, Zikrul Hakim, 2005, hal 24
[12] . Ibid hal 38.
[13] . Pratami n Erika, Analisis peran zakat dalam pengentasan kemiskinan, (Sebuah Jawaban atas Kegagalan 10 tahun Reformasi Pembangunan Hukum Ekonomi),  Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar